Jumat, 19 April 2013

Pendidikan dan Pendahuluan Kewarganegaraan


1.           PENDIDIKAN, PENDAHULUAN KEWARGANEGARAAN
Seiring dengan perkembangan gelombang demokrasi ketiga, tuntutan demokratisasi dlam praktik dan social pascarezim Orde Baru merupakan salah satu agenda bersama gerakan reformasi. Di sela-sela tuntutan tersebut terdapat gugatan terhadap Pendidikan Kewarganegaraan yang pernah dilakukan di masa lalu. Pendidikan Kewiraan sebagai bentuk pendidikan kewarganegaraab di perguruan tinggi pada masa Orde Baru dipandang oleh banyak kalangan sudah tidak relevan dengan semangat revormasi. Karenanya diperlukan paradigma baru dalam pendidikan kewarganegaraan bagi warga Negara Indonesia saat ini dan ke depan.
Pendidikan Kewiraan yang difungsikan sebagai pendidikan kewarganegaraan pada masa lalu bertolak belakang dengan semangat dan hakikat  pendidikan kewarganegaraan yang umumnya terjadi di Negara-negara demokrasi yang telah mapan, di mana pendidikan kewarganegaraan difungsikan sebagai instruuumen dan media pendidikan nilai-nilai demokrasi, HAM, dan penguatan masyarakat madani.
Melihat kenyataan tersebut, Indonesian Center for Civic Education (ICCE) UIN Jakarta sejak tahun 1999 melakukan rekonstruksi, reorientasi, dan revitalisasi pendidikan kewarganegaraan melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Upaya ini dari kalangan perguruan tinggi dalam menemukan format baru pendidikan demokrasi di Indonesia yang sesuai dengan semangat demokrasi dan pembangunan Negara dan karakter bangsa.
Dalam konteks pendidikan nasional, Pendidikan Kewarganegaraan dijadikan sebagai wadah dan instrument untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Di samping itu, Pendidikan Kewarganegaraab berfungsi juga sebagai instrumen pelaksana pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan kewarganegaraan (Pkn) adalah salah satu mata pelajaran wajib bagi pelajar di Indonesia. Tidak hanya pelajar, mahasiswa pun wajib mempelajari Pendidikan kewarganegaraan (Pkn). Sesuai namanya,  pendidikan kewargaan diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. [Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998].
            Pendidikan kewarganegaraan dalam konteks pendidikan nasional bukanlah hal baru di Indonesia. Beragam model dan nama pendidikan kewarganegaraan yang mengemban misi pendidikan demokrasi dan HAM telah banyak dilakukan pemerintah. Di antara nama-nama tersebut adalah : pelajaran Civics (1957 / 1962), Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi sejarah, ilmu bumi, dan kewarganegaraan (1964), Pendidikan Kewargaan Negara ( 1968 / 1969 ), Pendidikan Kewarganegaraan, Civics, dan Hukum (1973), Pendidikan Moral Pancasila atau PMP ( 1975 / 1984 ), dan PPKn ( 1994 ). Di tingkat Perguruan Tinggi pernah ada mata kuliah Manipol dan USDEK, Pansila dan UUD 1945 ( 1960-an), Filsafat Pancasila ( 1970-sampai sekarang ), Pendidikan Kewiraan ( 1989-1990-an ). Pendidikan kewarganegaraaan di perguruan tinggi saat ini diwujudkan dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan  berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 267 / Dikti / Kep / 2000 tentang Penyempurnaan Kuriklum Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Selanjutnya diperbarui dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 38 / Dikti / 2002 t tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
            Dalam konteks pendidikan nasional, Pendidikan Kewarganegaran dijadikan sebagai wadah dan instrumen untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan serta bertanggung jawab.” Di samping itu Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi juga sebagai instrumen pelaksana pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
            Dengan penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan mulai dari tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi diharapkan mampu membentuk watak warga negara yang mengetahui, meyadari, dan bersedia melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan UUD 1945. Kesadaran setiap warga negara dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan UUD 1945 sangat membantu terwujudnya stabilitas nasional. Stabilitas suatu negara hanya dapat terwujud bila seluruh warga negaranya saling bekerja sama menciptakan keserasian dan keselarasan hidup dengan cara melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Kompetensi yang Diharapkan
            Standar kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan ( Civics Education ) adalah menjadi warga negara yang cerdas dan berkeadaban ( Intelligent and Civilized Citizens ). Sedangkan kompetensi dasar atau yang sering disebut kompetensi minimal yang akan ditransfornasikan dan ditransmisikan pada pserta didik terdiri dari tiga jenis : pertama, kompetensi pengetahuan kewargaan ( civic knowledge), yaitu kemampuan dan kecakapan terkait dengan materi inti Pendidikan Kewarganegaan ( Civics Education ), yaitu demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani; kedua, kompetensi sikap kewarganegaraan (civic dispositions), yaitu kemampuan dan kecakapan terkait dengan kesadaran dan komitmen warga negara antara lain komitmen akan kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan komitmen untuk peduli serta terlibat dalam penyelesaian persoalan-persoalan warga negara yang terkait dengan pelanggaran HAM; ketiga, kompetensi keterampilan kewagaan ( civic skill ), yaitu kemampuan dan kecakapan mengartikulasikan keterampilan kewarganegaraan seperti kemampuan berpatisipasi dalam proses pembuatan keputusan publik, kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggara dan pemerintahan.
            Ketiga kompetensi tersebut merupakan tujuan pembelajaran ( learning objectives ) mata kuliah ini yang diselenggarakan melalui cara pembelajaran yang demokratis, partisipatif, dan aktif  ( active learning ) sebagai upaya transfer pembelajaran ( transfer of learning ) , nilai ( transfer of value ), dan prinsip-prinsip ( transfer of  principles ) demokrasi dan HAM yang merupakan prasyarat utama tumbuh kembangnya masyarakat madani.

3. Landasan PKn
            Landasan pendidikan kewarganegaraan meliputi landasan filosofis, landasan teoritis, landasan histori, landasan sosiologi, dan landasan yuridis.
1. Landasan filosofis
Membangun semangat kebangsaan kebangsaan dalam mengisi kemerdekaan disegala aspek bukan suatu hal yang mudah dan instan. Untuk itu diperlukan pendidikan kewarganegaraan.
2. Landasan teoritis
Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
3. Landasan historis
Melihat penglaman bangsa Indonesia dalam mempetahankan keutuhan dan kemerdekaan NKRI maka perlu adanya pendidikan karakter bangsa, moralitas bangsa dalam kehidupan demokrasi yang seimbang dalam tanggung jawabnya dalam pembelaan Negara demi terjaga dan terwujudnya intregasi bangsa.
4. Landasan sosiologis
Keanekaragaman yang ada pada Bangsa Indonesia harus harus di arahkan dan dibina dalam meningkatkan kesadaran bersama dalam kehidupan kesatuan bangsa Indonesia.
5. Landasan yuridis
Pasal 27 ayat(3) amandemen menyebutkan; setiap warga Negara berhak dan wajib turut serta dalam upaya pembelaan negara, pasal 30 ayat(1); tiap-tiap waga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan keamanan negara.
Pendidikan kewarganegaraan dengan tujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
6. Landasan Ilmiah (Dasar Pemikiran)
1). Dasar Pemikiran PKn
             Setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. . Warga negara dituntut hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, mampu mengantisipasi perkembangan serta perubahan masa depan. Untuk itu diperlukan pembekalan IPTEKS yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 2). Objek Pembahasan PKn
             Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah yang mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formal. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Objek material PKn adalah segala hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang non empirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan negara. Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Objek formal PKn adalah hubungan antara warga negara dengan negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.
          
 Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Objek formal PKn adalah hubungan antara warga negara dengan negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Objek pembahasan PKn menurut Kep. Dirjen Dikti No. 267/dikti/Kep./ 2000 meliputi pokok bahasan sebagai berikut:
1) Pengantar PKn
a. Hak dan kewajiban warga negara
b. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
c. Demokrasi Indonesia
d. Hak Asasi Manusia
2) Wawasan Nusantara
3) Ketahanan Nasional
4) Politik dan Strategi Nasional
3. Rumpun Keilmuan
PKn (Kewiraan/ kewarganegaraan) dapat disejajarkan dengan civics education yang dikenal diberbagai negara. PKn bersifat interdisipliner (antar bidang) bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan diambil dari berbagai disiplin ilmu seperti hukum, politik, administrasi negara, sosiologi, dsb. Pada hakekatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya.Selaku warga masyarakat,warga bangsa dan negara,secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya,bangsa,negara dan hubungan international,maka pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarkan sebagai perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan.
Dalam kehidupan kampus di seluruh perguruan tinggi indonesia,harus dikembangkan menjadi lingkungan ilmiah yang dinamik,berwawasan budaya bangsa,bermoral keagamaan dan berkepribadian indonesia.Untuk pembekalan kepada para mahasiswa di indonesia berkenaan dengan pemupukan nilai-nilai,sikap dan kepribadian,diandalkan kepada pendidikan pancasila,Bela Negara,Ilmu Sosial Dasar,Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar sebagai latar aplikasi nilai dalma kehidupan,yang disebut Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK).
            Rumusan tersebut sejalan dengan aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Aspek-aspek kompetensi tersebut mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions).
            Aspek kompetensi pengetahuan kewarganegaraan menyangkut kemampuan akademik yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum, dan moral. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan pendidikan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
            Keterampilan kewarganegaraan meliputi keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan anggota partai politik. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajiban di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas tindakan kejahatan yang diketahui. Watak atau karakter kewarganegaraan sesungguhnya merupakan materi yang paling substantive dan esensial dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dimensi ini dapat dipandang sebagai muara dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya.
Dengan demikian seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang baik, memiliki keterampilan intelektual maupun partisipatif, dan pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan itu akan membentuk suatu karakter atau watak yang mapan, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan sehari-hari. Watak yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil, demokratis, taat hukum, menghormati orang lain, memiliki kesetiakawanan sosial dan lain-lain.
Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut Djahri tujuan pendidikan Kewarganegaraan(1994/1995:10) adalah sebagai berikut:
a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar