1.
PENDIDIKAN, PENDAHULUAN
KEWARGANEGARAAN
Seiring
dengan perkembangan gelombang demokrasi ketiga, tuntutan demokratisasi dlam
praktik dan social pascarezim Orde Baru merupakan salah satu agenda bersama
gerakan reformasi. Di sela-sela tuntutan tersebut terdapat gugatan terhadap Pendidikan
Kewarganegaraan yang pernah dilakukan di masa lalu. Pendidikan Kewiraan sebagai
bentuk pendidikan kewarganegaraab di perguruan tinggi pada masa Orde Baru
dipandang oleh banyak kalangan sudah tidak relevan dengan semangat revormasi.
Karenanya diperlukan paradigma baru dalam pendidikan kewarganegaraan bagi warga
Negara Indonesia saat ini dan ke depan.
Pendidikan
Kewiraan yang difungsikan sebagai pendidikan kewarganegaraan pada masa lalu
bertolak belakang dengan semangat dan hakikat
pendidikan kewarganegaraan yang umumnya terjadi di Negara-negara
demokrasi yang telah mapan, di mana pendidikan kewarganegaraan difungsikan
sebagai instruuumen dan media pendidikan nilai-nilai demokrasi, HAM, dan
penguatan masyarakat madani.
Melihat
kenyataan tersebut, Indonesian Center for Civic Education (ICCE) UIN Jakarta
sejak tahun 1999 melakukan rekonstruksi, reorientasi, dan revitalisasi
pendidikan kewarganegaraan melalui mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Upaya ini dari kalangan perguruan tinggi dalam menemukan format baru pendidikan
demokrasi di Indonesia yang sesuai dengan semangat demokrasi dan pembangunan
Negara dan karakter bangsa.
Dalam
konteks pendidikan nasional, Pendidikan Kewarganegaraan dijadikan sebagai wadah
dan instrument untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
“berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Di samping itu, Pendidikan Kewarganegaraab berfungsi juga sebagai instrumen
pelaksana pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Pendidikan
kewarganegaraan (Pkn) adalah salah satu mata pelajaran wajib bagi pelajar di
Indonesia. Tidak hanya pelajar, mahasiswa pun wajib mempelajari Pendidikan
kewarganegaraan (Pkn). Sesuai namanya,
pendidikan kewargaan diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik
menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. [Risalah Sidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia, 1998].
Pendidikan kewarganegaraan dalam
konteks pendidikan nasional bukanlah hal baru di Indonesia. Beragam model dan
nama pendidikan kewarganegaraan yang mengemban misi pendidikan demokrasi dan
HAM telah banyak dilakukan pemerintah. Di antara nama-nama tersebut adalah :
pelajaran Civics (1957 / 1962), Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan
integrasi sejarah, ilmu bumi, dan kewarganegaraan (1964), Pendidikan Kewargaan
Negara ( 1968 / 1969 ), Pendidikan Kewarganegaraan, Civics, dan Hukum (1973),
Pendidikan Moral Pancasila atau PMP ( 1975 / 1984 ), dan PPKn ( 1994 ). Di
tingkat Perguruan Tinggi pernah ada mata kuliah Manipol dan USDEK, Pansila dan
UUD 1945 ( 1960-an), Filsafat Pancasila ( 1970-sampai sekarang ), Pendidikan
Kewiraan ( 1989-1990-an ). Pendidikan kewarganegaraaan di perguruan tinggi saat
ini diwujudkan dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No.
267 / Dikti / Kep / 2000 tentang Penyempurnaan Kuriklum Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Selanjutnya diperbarui dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 38 / Dikti /
2002 t tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi.
Dalam konteks pendidikan nasional,
Pendidikan Kewarganegaran dijadikan sebagai wadah dan instrumen untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu “berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis dan serta bertanggung jawab.” Di samping itu
Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi juga sebagai instrumen pelaksana pendidikan
nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan penyelenggaraan Pendidikan
Kewarganegaraan mulai dari tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga Perguruan
Tinggi diharapkan mampu membentuk watak warga negara yang mengetahui, meyadari,
dan bersedia melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sesuai
dengan UUD 1945. Kesadaran setiap warga negara dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan UUD 1945 sangat membantu
terwujudnya stabilitas nasional. Stabilitas suatu negara hanya dapat terwujud
bila seluruh warga negaranya saling bekerja sama menciptakan keserasian dan
keselarasan hidup dengan cara melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2.
Kompetensi yang Diharapkan
Standar kompetensi Pendidikan
Kewarganegaraan ( Civics Education ) adalah menjadi warga negara yang cerdas
dan berkeadaban ( Intelligent and Civilized Citizens ). Sedangkan kompetensi
dasar atau yang sering disebut kompetensi minimal yang akan ditransfornasikan
dan ditransmisikan pada pserta didik terdiri dari tiga jenis : pertama,
kompetensi pengetahuan kewargaan ( civic knowledge), yaitu kemampuan dan
kecakapan terkait dengan materi inti Pendidikan Kewarganegaan ( Civics
Education ), yaitu demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani; kedua,
kompetensi sikap kewarganegaraan (civic dispositions), yaitu kemampuan dan kecakapan
terkait dengan kesadaran dan komitmen warga negara antara lain komitmen akan
kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan komitmen untuk peduli serta
terlibat dalam penyelesaian persoalan-persoalan warga negara yang terkait
dengan pelanggaran HAM; ketiga, kompetensi keterampilan kewagaan ( civic skill
), yaitu kemampuan dan kecakapan mengartikulasikan keterampilan kewarganegaraan
seperti kemampuan berpatisipasi dalam proses pembuatan keputusan publik,
kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggara dan pemerintahan.
Ketiga kompetensi tersebut
merupakan tujuan pembelajaran ( learning objectives ) mata kuliah ini yang
diselenggarakan melalui cara pembelajaran yang demokratis, partisipatif, dan
aktif ( active learning ) sebagai upaya
transfer pembelajaran ( transfer of learning ) , nilai ( transfer of value ),
dan prinsip-prinsip ( transfer of
principles ) demokrasi dan HAM yang merupakan prasyarat utama tumbuh
kembangnya masyarakat madani.
3.
Landasan PKn
Landasan pendidikan kewarganegaraan
meliputi landasan filosofis, landasan teoritis, landasan histori, landasan
sosiologi, dan landasan yuridis.
1.
Landasan filosofis
Membangun
semangat kebangsaan kebangsaan dalam mengisi kemerdekaan disegala aspek bukan
suatu hal yang mudah dan instan. Untuk itu diperlukan pendidikan
kewarganegaraan.
2.
Landasan teoritis
Pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
3.
Landasan historis
Melihat
penglaman bangsa Indonesia dalam mempetahankan keutuhan dan kemerdekaan NKRI
maka perlu adanya pendidikan karakter bangsa, moralitas bangsa dalam kehidupan
demokrasi yang seimbang dalam tanggung jawabnya dalam pembelaan Negara demi
terjaga dan terwujudnya intregasi bangsa.
4.
Landasan sosiologis
Keanekaragaman
yang ada pada Bangsa Indonesia harus harus di arahkan dan dibina dalam
meningkatkan kesadaran bersama dalam kehidupan kesatuan bangsa Indonesia.
5.
Landasan yuridis
Pasal 27
ayat(3) amandemen menyebutkan; setiap warga Negara berhak dan wajib turut serta
dalam upaya pembelaan negara, pasal 30 ayat(1); tiap-tiap waga Negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan keamanan negara.
Pendidikan
kewarganegaraan dengan tujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
6.
Landasan Ilmiah (Dasar Pemikiran)
1).
Dasar Pemikiran PKn
Setiap warga negara dituntut untuk
dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu
mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. . Warga negara
dituntut hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, mampu
mengantisipasi perkembangan serta perubahan masa depan. Untuk itu diperlukan
pembekalan IPTEKS yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral,
dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai
panduan dan pegangan hidup setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
2). Objek Pembahasan PKn
Setiap ilmu harus memenuhi
syarat-syarat ilmiah yang mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat
universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun
objek formal. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh
suatu bidang atau cabang ilmu. Objek material PKn adalah segala hal yang
berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang non empirik, yang
meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan
negara. Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas
objek material tersebut. Objek formal PKn adalah hubungan antara warga negara
dengan negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.
Objek formal adalah sudut pandang tertentu
yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Objek formal PKn adalah
hubungan antara warga negara dengan negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara. Objek pembahasan PKn menurut Kep. Dirjen Dikti No. 267/dikti/Kep./ 2000
meliputi pokok bahasan sebagai berikut:
1) Pengantar
PKn
a. Hak
dan kewajiban warga negara
b.
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
c.
Demokrasi Indonesia
d. Hak
Asasi Manusia
2)
Wawasan Nusantara
3)
Ketahanan Nasional
4)
Politik dan Strategi Nasional
3.
Rumpun Keilmuan
PKn
(Kewiraan/ kewarganegaraan) dapat disejajarkan dengan civics education yang
dikenal diberbagai negara. PKn bersifat interdisipliner (antar bidang) bukan
monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan
diambil dari berbagai disiplin ilmu seperti hukum, politik, administrasi
negara, sosiologi, dsb. Pada hakekatnya pendidikan adalah upaya sadar dari
suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup
dan kehidupan generasi penerusnya.Selaku warga masyarakat,warga bangsa dan
negara,secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan mereka
yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks dinamika
budaya,bangsa,negara dan hubungan international,maka pendidikan tinggi tidak
dapat mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarkan sebagai
perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan.
Dalam
kehidupan kampus di seluruh perguruan tinggi indonesia,harus dikembangkan
menjadi lingkungan ilmiah yang dinamik,berwawasan budaya bangsa,bermoral
keagamaan dan berkepribadian indonesia.Untuk pembekalan kepada para mahasiswa
di indonesia berkenaan dengan pemupukan nilai-nilai,sikap dan
kepribadian,diandalkan kepada pendidikan pancasila,Bela Negara,Ilmu Sosial
Dasar,Ilmu Budaya Dasar dan Ilmu Alamiah Dasar sebagai latar aplikasi nilai
dalma kehidupan,yang disebut Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK).
Rumusan tersebut sejalan dengan
aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan. Aspek-aspek kompetensi tersebut mencakup pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills),
dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions).
Aspek kompetensi pengetahuan
kewarganegaraan menyangkut kemampuan akademik yang dikembangkan dari berbagai
teori atau konsep politik, hukum, dan moral. Secara lebih terperinci, materi
pengetahuan pendidikan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang hak dan
tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip dan proses
demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional,
pemerintahan berdasar hukum dan peradilan yang bebas dan tidak memihak,
konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Keterampilan kewarganegaraan
meliputi keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah
keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang
dialog dengan anggota partai politik. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah
keterampilan menggunakan hak dan kewajiban di bidang hukum, misalnya segera
melapor kepada polisi atas tindakan kejahatan yang diketahui. Watak atau
karakter kewarganegaraan sesungguhnya merupakan materi yang paling substantive
dan esensial dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dimensi ini dapat
dipandang sebagai muara dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya.
Dengan
demikian seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan
kewarganegaraan yang baik, memiliki keterampilan intelektual maupun
partisipatif, dan pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan itu akan
membentuk suatu karakter atau watak yang mapan, sehingga menjadi sikap dan
kebiasaan sehari-hari. Watak yang mencerminkan warga negara yang baik itu
misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil, demokratis, taat hukum,
menghormati orang lain, memiliki kesetiakawanan sosial dan lain-lain.
Menurut
Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal,
negara bagian, dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49)
adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
a.
Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b.
Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lain.
d.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Menurut
Djahri tujuan pendidikan Kewarganegaraan(1994/1995:10) adalah sebagai berikut:
a.
Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian
Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan
pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap
dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
b. Secara
khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama,
perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang
mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan
perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun
kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung
upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan
menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah partisipasi
yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara
yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional
Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab
memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual
serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan
bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan
disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu
berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik
yang sehat serta perbaikan masyarakat.